Jumat, 13 Desember 2013

Wanita Nashrani Itu Menangis Mendengar Baca’an Qur’an Sayyid Quthb

PADA akhir tahun 1948, Sayyid Quthb meninggalkan Iskandariah, Mesir, menuju Amerika melalui Kapal Api dengan melintasi laut tengah dan mengarungi samudera Atlantik. Diatas kapal api itu banyak persitiwa yang membekas dalam hatinya. Bahkan kenangan dalam perjalanan menuju Amerika itu banyak dituangkan saat ia menulis Tafsir Fii Dzhilalil Qur’an. Salah satu kisahnya saat beliau melihat seorang misionaris Kristen berupaya mengkristenkan umat Islam yang menumpang kapal tersebut. Kejadian itu berlangsung tepat ketika waktu bergulir menuju Shalat Jum’at.
Sayyid Quthb melihat sang misionaris tidak ubahnya pendeta-pendeta pada umumnya yang menawarkan ajaran agama Kristen yang sangat kacau. Sontak saja, hal ini membangkitkan rasa dan semangat keimanannya untuk menjaga akidah saudara semuslimnya. Tidak butuh menunggu waktu lama, ia segera menghubungi kapten kapal untuk meminta izin mendirikan Sholat Jum’at di atas kapal. Semua orang Islam, berikut awak kapal pun kemudian mendatangi panggilan Shalat Jum’at yang diinisiasikan Sayyid Quthb. Ia kemudian bertindak sebagai khotib dan usut siapa sangka Sayyid Quthb ternyata tengah melakukan perubahan besar dalam kapal tersebut.
Rupanya, shalat Jum’at yang ia pimpin adalah shalat Jum’at pertama yang didirikan di kapal tersebut. Mengenai hal ini, Sayyid Quthb sempat menulisnya dalam Tafsir Fii Dzihilalil Qur’an saat membahas Surat Yunus.
“Nahkoda kapal (seorang Inggris) memberikan kemudahan kepada kami untuk menunaikan shalat. Ia memberikan kelonggaran kepada para awak kapal, para juru masak, dan para pelayannya, yang kesemuanya beragama Islam untuk menunaikan shalat Jum’at bersama kami asalkan tidak ada tugas saat waktu itu. Mereka sangat bergembira, karena ini merupakan kali pertama dilaksanakannya shalat Jum’at di kapal tersebut.”
Sayyid bersama para jama’ah kemudian menjadi santapan para penumpang asing. Gerakan Sholat Sayyid dan kaum muslimin terasa asing bagi mereka namun memendam kelembutan ibadah yang begitu syahdu. Hingga sesaat setelah shalat Juma’at dilaksanakan, banyak diantara orang asing mendatangi Sayyid dan para jama’ah seraya mengucapkan selamat dan sukses atas ibadah Jum’at yang baru saja dilaksanakan. Sayyid Quthb pun menulis kenangan itu dalam Kitab Fi Dzhilalil Qur’annya,
“Saya bertindak sebagai Khatib dan imam shalat Jum’at itu. Para penumpang yang sebagian besarnya orang asing itu duduk-duduk berkelompok-kelompok menyaksikan kami shalat. Setelah menunaikan shalat banyak dari mereka, yang datang kepada kami untuk mengucapkan selamat atas kesuksesan kami melaksanakan tugas suci. Dan ini merupakan puncak pengetahuan mereka tentang shalat kami.”
Salah satu orang yang mendatangi jama’ah Sayyid Quthb ialah seorang wanita Nashrani berkebangsaan Yugoslavia yang melarikan diri dari tekanan dan ancaman komunis Teito. Wanita itu mengaku takjub atas kesyahduan dan ketertiban Shalat Jum’at yang didirikan kaum muslimin. Air matanya pun tak kuasa jatuh tak terbendung mengetahui betapa nilai-nilai rabbani yang dilantunkan Sayyid Quthb mampu menyentuh perasaannya.
Dengan diliputi rasa heran, ia pun bertanya-tanya alunan musik apa yang baru saja dibacakan Sayyid Quthb. Tidak pernah rasanya dalam hidup ia mendengar untaian Syahdu yang begitu merasuk ke dalam kalbu. Iramanya lembut dan bahasanya pun penuh ketentraman hati. Jadi, bacaan seperti ini sangatlah asing dalam agamanya. Dan begitu kagetnya sang wanita nashrani itu ketika mengetahui bahwa bahasa yang dilantunkan Sayyid Quthb dalam Shalat Jum’at adalah ayat-ayat Al Qur’anul Karim, sebuah kitab suci mulia bagi umat muslim.
Inilah yang membuat Sayyid Quthb semakin memahami bagaimana kekuatan redaksional ayat Qur’an begitu mempesona. Tidak hanya bagi umat muslim, juga bagi non muslim. Karena ucapan takjub itu keluar dari mulut seorang wanita yang belum pernah mendengar satu huruf pun di dalam Al Qur’an, apalagi memahaminya. Tentang kejadian itu, Sayyid Quthb menulis dalam Kitab Fii Dzhilalil Qur’an,
“Terjadinya peristiwa ini dan peristiwa-peristiwa serupa lainnya, yang dialami banyak orang menunjukkan bahwa di dalam Al Qur’an ini terdapat rahasia lain yang ditangkap oleh sebagian hati manusia, hanya semata-mata ia mendengar Al Qur’an dibaca. Boleh jadi keimanan wanita kepada agamanya dan pelariannya dari negeri komunis itu telah menjadikan perasaannya begitu sensitif terhdap kalimat-kalimat Allah secara mengaggumkan seperti ini.”
Maka itu Sayyid Quthb, merasa perlu untuk memperbincangkan kekuatan Al Qur’an yang tersembunyi dan mengagumkan itu. Menurut Sayyid Quthb penyampaian Al Qur’an memiliki keistemewaan karena yang ditunjukinya lebih luas, pengungkapannya lebih lembut, indah, dan lebih hidup. Selain itu, Al Qur’an pun memiliki metode penjelasan yang diluar kemampuan jangkauan manusia. Seperti bagaimana Al Qur’an menyampaikan metodenya dalam beberapa ayat di dalam surat Yunus.
“ dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Surat Yunus, 90)
Menurut Sayyid Quthb, sampai kisah ini diceritakan, Allah kemudian mengomentari secara langsung, dengan firman yang diarahkan kepada pemandangan yang dihadapi sekarang,
“ Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.” (Surat Yunus 91-92)
Kemudian disusul lagi dengan membeberkan pandangan yang terus terjadi hingga sekarang ini, (bahkan pada masa-masa selanjutnya),
“dan Sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (Surat Yunus 93)
Maka benarlah kata Sayyid Quthb bahwa redaksi Al Qur’an sangat berbeda dengan redaksi ciptaan manusia. Redaksi atau susunan Al Qur’an mempunyai kekuatan yang hebat terhadap jiwa, dimana redaksi ciptaan manusia tidak pernah bisa memilikinya. Dengan hanya membacanya, maka kadang-kadang dapat menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang bahasa Arab. Ya termasuk wanita Yugoslavia itu, yang menangis mendengar bacaan Al Qur’an.[pizaro/islampos]

http://www.islampos.com/wanita-nashrani-itu-menangis-mendengar-bacaan-quran-sayyid-quthb-5564/

Perjalanan Sayyid Quthb Ke Amerika (2): Wanita Nashrani Itu Menangis Mendengar Bacaan Qur’an

DALAM jiwa penuh dengan kekuatan Iman, maka pergilah Sayyid Quthb ke Amerika. Dalam perjalanan itu, ia bertanya-tanya kepada dirinya: Apakah saya pergi ke Amerika lalu disana  akan berperilaku sebagaimana perilaku para utusan lainnya yang hanya puas dan merasa cukup dengan makan dan tidur saja? Ataukah saya harus datang membawa perilaku yang berbeda?
Apakah saya akan tetap menunjukkan keIslaman saya dan berpegang pada ajaran-ajarannya dan mentaati semua aturannya dalam kehidupan gemerlap untuk memuaskan hawa nafsu serta semua perbuatan haram? Segudang pertanyaan itu betul-betul menantang keimanannya. Namun, Sayyid sudah tahu apa yang harus ia lakukan setiba di Amerika.
Pada akhir tahun 1948, akhirnya Sayyid Quthb meninggalkan Iskandariah, Mesir, menuju Amerika melalui Kapal Api dengan melintasi laut tengah dan mengarungi samudera Atlantik. Diatas kapal api itulah banyak persitiwa yang terjadi dan membekas dalam hatinya. Bahkan kenangan dalam perjalanan menuju Amerika itu banyak dituangkan saat ia menulis Tafsir Fii Dzhilalil Qur’an. Salah satu kisahnya saat beliau melihat seorang misionaris Kristen berupaya mengkristenkan orang-orang Islam yang menumpang kapal tersebut. Kejadian itu berlangsung tepat ketika waktu bergulir menuju Shalat Jum’at.
Sayyid Quthb melihat sang misionaris tidak ubahnya pendeta-pendeta pada umumnya yang menawarkan ajaran agama Kristen yang sangat kacau. Sontak saja, hal ini membangkitkan rasa dan semangat keimanan Sayyid Quthb untuk menjaga akidah saudara semuslimnya. Tidak butuh menunggu waktu lama, beliau segera menghubungi kapten kapal untuk meminta izin mendirikan Sholat Jum’at di atas kapal. Semua orang Islam, berikut awak kapal pun kemudian mendatangi panggilan Shalat Jum’at yang diinisiasikan Sayyid Quthb. Ia pun akhirnya bertindak sebagai khotib. Dan usut punya usut Sayyid Quthb ternyata tengah melakukan perubahan besar dalam kapal tersebut.
Rupanya, shalat Jum’at yang ia pimpin adalah shalat Jum’at pertama yang didirikan di kapal tersebut. Mengenai hal ini, Sayyid Quthb sempat menulisnya dalam Tafsir Fii Dzihilalil Qur’an saat membahas Surat Yunus.
“Nahkoda kapal (seorang Inggris) memberikan kemudahan kepada kami tentang untuk menunaikan shalat. Ia memberikan kelonggaran kepada para awak kapal, para juru masak, dan para pelayannya, yang kesemuanya beragama Islam untuk menunaikan shalat Jum’at bersama kami asalkan tidak ada tugas saat waktu itu. Mereka sangat bergembira, karena ini merupakan kali pertama dilaksanakannya shalat Jum’at di kapal tersebut.”
Sayyid bersama para jama’ah kemudian menjadi santapan para penumpang asing. Gerakan Sholat Sayyid dan kaum muslimin lainnya terasa asing bagi mereka namun memendam kelembutan ibadah yang begitu syahdu. Hingga sesaat setelah shalat Juma’at dilaksanakan, banyak diantara orang asing mendatangi Sayyid dan para jama’ah seraya mengucapkan selamat dan sukses atas ibadah Jum’at yang baru saja dilaksanakan. Sayyid Quthb menulis kenangan itu dalam Kitab Fi Dzhilalil Qur’annya,
“Saya bertindak sebagai Khatib dan imam shalat Jum’at itu. Para penumpang yang sebagian besarnya orang asing itu duduk-duduk berkelompok-kelompok menyaksikan kami shalat. Setelah menunaikan shalat banyak dari mereka, yang datang kepada kami untuk mengucapkan selamat atas kesuksesan kami melaksanakan tugas suci. Dan ini merupakan puncak pengetahuan mereka tentang shalat kami.”
Salah satu orang yang mendatangi jema’ah Sayyid Quthb adalah seorang wanita beragama Nashrani berkebangsaan Yugoslavia. Wanita itu sendiri adalah orang melarikan diri dari tekanan dan ancaman komunis Teito. Wanita itu mengaku takjub atas kesyahduan dan ketertiban Shalat Jum’at yang didirikan Sayyid Quthb dan kaum muslimin. Air matanya pun samapai menetes, betapa nilai-nilai rabbani yang dilantunkan Sayyid Quthb tidak mampu menahan perasaannya.
Wanita itu begitu heran. Ia bertanya-tanya alunan musik apa yang baru saja dibacakan Sayyid Quthb. Irama itu pun tidak pernah dikenalnya selama ini. Ia melihat sang imam (yakni Sayyid Quthb) membacakan kalimat-kalimat berlainan namun penuh dengan bahasa dan irama. Menurutnya hal itu tidak pernah ia dengar dalam agamanya selama ini. Akhirnya wanita itu pun kaget saat mengetahui bahwa bahasa yang dilantunkan Sayyid Quthb dalam Shalat Jum’at adalah ayat-ayat Al Qur’anul Karim, sebuah kitab suci mulia bagi umat muslim.
Inilah yang membuat Sayyid Quthb semakin memahami bagaimana kekuatan redaksi di dalam Al Qur’an begitu mempesona. Tidak hanya bagi umat muslim, juga bagi non musim. Karena ucapan takjub itu sendiri keluar dari mulut seorang wanita yang belum pernah memahami satu hufur pun di dalam Al Qur’an. Tentang kejadian itu, Sayyid Quthb menulis dalam Kitab Fii Dzhilalil Qur’an,
“Terjadinya peristiwa ini dan peristiwa-peristiwa serupa lainnya, yang dialami banyak orang menunjukkan bahwa di dalam Al Qur’an ini terdapat rahasia lain yang ditangkap oleh sebagian hati manusia, hanya semata-mata ia mendengar Al Qur’an dibaca. Boleh jadi keimanan wanita kepada agamanya dan pelariannya dari negeri komunis itu telah menjadikan perasaannya begitu sensitif terhdap kalimat-kalimat Allah secara mengaggumkan seperti ini.”
Maka itu Sayyid Quthb, merasa perlu untuk memperbincangkan Al Qur’an dengan kekuatannya, yang tersembunyi dan mengagumkan itu. Sebelum membicarakan segi-segi pengetahuan yang dapat diketahui lebih banyak, daripada orang lain oleh orang-orang yang mempelajari seni pengungkapan dan orang-orang yang berusaha memikirkan dan merenungkannya.
Menurut Sayyid Quthb penyampaian Al Qur’an memiliki keistemewaan, dengan pengungkapannya terhadap persoalan-persoalan besar dalam suatu kemasan yang mustahil bagi manusia. Karena yang ditunjukinya lebih luas, pengungkapannya lebih lembut, indah, dan lebih hidup. Selain itu menurut Sayyid Quthb, Al Qur’an pun memiliki metode penjelasan yang diluar kemampuan jangkauan manusia. Seperti bagaimana Al Qur’an menyampaikan metodenya dalam beberapa ayat di dalam surat Yunus.
“ dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Surat Yunus, 90)
Menurut Sayyid Quthb, Sampai disini kisah ini diceritakan, kemudian dikomentari secara langsung, dengan firman yang diarahkan kepada pemandangan yang dihadapi sekarang,
“ Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.” (Surat Yunus 91-92)
Kemudian disusul lagi dengan membeberkan pandangan yang terus terjadi hingga sekarang ini, (bahkan pada masa-masa selanjutnya),
“ dan Sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di ternpat kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (Surat Yunus 93)
Maka benarlah kata Sayyid Quthb bahwa redaksi Al Qur’an sangat berbeda dengan redaksi ciptaan manusia. Redaksi atau susunan Al Qur’an mempunyai kekuatan yang hebat terhadap jiwa, dimana redaksi ciptaan manusia tidak pernah bisa memilikinya. Dengan hanya membacanya, maka kadang-kadang dapat menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang bahasa Arab. Ya termasuk wanita Yugoslavia itu, yang menangis bacaan Al Qur’an. [pizaro]
BERSAMBUNG

http://www.islampos.com/perjalanan-sayyid-quthb-ke-amerika-2-wanita-nashrani-itu-menangis-mendengar-bacaan-quran-11633/

Perjalanan Sayyid Quthb ke Amerika (1): “Dibuang Dari Mesir”

“Walaupun demikian, di Mesir telah tersusun sebuah panitia yang terdiri daru guru-guru besar hukum Islam di Universitas, sebagian pemuka Al Azhar, beberapa orang Pasha, untuk mempelajari masalah solidaritas sosial dalam Islam, terutama masalah zakat. Bukan untuk mencari keridhaan Allah, bukan untuk kepentingan tanah air, tetapi untuk mencari keridhaan orang-orang Amerika, dan untuk Pusat Studi Kemasyarakatan.” (Sayyid Quthb, Islam Amerika)
DALAM beberapa buku yang beredar mengenai Sayyid Quthb, baik itu yang ditulis oleh Sayyid Quthb sendiri maupun orang lain, kita bisa membagi tiga fase kehidupan mengenai pribadi beliau. Pertama, saat Sayyid Quthb menjadi akademisi di Mesir. Kedua, ketika menjadi peneliti di Amerika. Dan ketiga, saat Asy Syahid terlibat dalam Revolusi Mesir hingga akhirnya di hukum mati.
Dari sekian tiga fase tersebut, adalah menarik jika kita mengupas mengenai pribadi Sayyid Quthb saat berada di Amerika. Karena Sayyid Quthb kerap sekali memakai nama Amerika dalam menafsirkan ayat-ayat Qur’an.
Menurut DR. Abdul Sholah Fatah Al Kholidi dalam bukunya Amarieeka Minaddaghili, dikatakan bahwa Sayyid Quthb mengambil model Amerika sebagai contoh konkret sebuah peradaban yang mendasarkan dirinya dari nilai kebendaan, kejahilan, dan kekufuran serta Kebobrokan. Beliau menjelaskan ayat-ayat yang tepat mengenai hal itu dan lurusnya pengertian yang dapat diambil darinya dalam kitab tafsir fenomenalnya, yaitu Fii Dzhilalil Qur’an.
Selain itu, ketika kita mencoba menelisik kisah Sayyid Quthb di Amerika, kita akan terhantar mengenai kajian historis tentang fakta-fakta Peradaban Barat era 50-an yang disajikan Sayyid Quthb dengan representasi Amerika. Kita juga akan melihat alasan mendasar apa yang mengantarkan Sayyid turun dari dunia akademisi ke wilayah pergerakan, dari kultur KeIslaman “Kampus” menuju seorang ahlut tauhid.
Analisa-analisa Sayyid Quthb tentang Amerika bisa kita temui dalam banyak karya-karya beliau. Setidaknya hal itu tersebar di berbagai tulisan Sayyid Seperti Ma’rakatul Islam war Ras’sumaaliyah (Peperangan Islam dengan Kapitalisme). As-Salamul Aa’lami wal Islam (Kedamaian dunia dan Islam), Dirasat Islamiyah (Beberapa Studi Tentang Islam), Al Islam wa Musykilatul Hadharah (Islam dan Problematika Budaya), serta Ma’alim fiththariqh (Petunjuk Jalan).
Sayyid Quthb pertama kali menginjakkan kaki di Amerika pada tahun 1949. Ia berada di negeri Paman Sam tersebut selama kurang lebih 2,5 tahun. Sebenarnya alasan Sayyid Quthb terbang ke Amerika bukanlah didasarkan atas keinginan pribadinya, namun atas perintah Departemen Pendidikan dan Pengajar Mesir-tempat beliau bekerja- yang melihat kekritisan Sayyid Quthb atas pendidikan Sekuler yang dirasa meresahkan.
Sayyid Quthb memang sebelumnya pernah menjadi penilik di Departemen Pendidikan Mesir –namun beliau memutuskan keluar karena ketidakcocokkan atas sistem Sekular yang berlaku di Departemen tersebut. Oleh karena itu kalangan yang menilai Sayyid Quthb seorang yang sekuler sebelum masuk Ikhwan menjadi gugur dengan sendirinya. Lebih-lebih yang mengatakan Sayyid Quthb liberal.
Karena sebelum masuk ke Ikhwan pun, pada tahun 1945 Sayyid Quthb sudah menulis dua buku Islam seperti Tashwirul Fanni Al Qur’an dan Masyahid al Qiyamat fi al Qur’an. Dalam kedua bukunya ini, Sayyid mengatakan bahwa al Qur’an memiliki bahasa dan susunan yang sangat Indah yang membuktkan bahwa dia bukanlah ciptaan manusia. Bahkan dalam al ‘Adalat al Ijtima’iyyat di Al Islam yang terbit pada tahun 1948, dia menegaskan bahwa keadilan yang menjadi cita-cita umat Islam tidak akan mungkin terwujud kecuali harus dengan Islam.
Al Kholidi dalam bukunya Amarieeka Minaddaghili, memberikan fakta bagaimana karakter Sayyid saat menjadi penilik di Departemen Pendidikan dan Pengajaran Mesir. Al Kholidi menyatakan bahwa Sayyid tergolong pegawai yang tidak patuh dan loyal terhadap kebijakan di Departemen. Ia tidak mau mendekatkan diri dan tidak mau menjadi pegawai yang tidak diberi kebebasan untuk melakukan sesuatu. Meski terjadi pergantian kepemimpinan di tubuh Departemen, Sayyid pun tidak mengurangi daya kritisnya. Tidak jarang beliau dipojokkan dan diberondong ancaman oleh rekan-rekan sejawatnya di Departemen.
Dengan begini, kita bisa menyimpulkan bahwa persoalannya bukan pada person to person atau pimpinan di sebuah lembaga, tapi masalahnya ada di sistem. Maka itu salah lah jika kita berpandangan bahwa merubah sesuatu dapat dimulai ketika kita bisa meraih suatu jabatan dengan mengganti orangnya tanpa dibarengi dengan perubahan sistem yang mendasar, tidak setengah-setengah, yakni Sistem Islam. Oleh karena itu Sayyid pernah menulisnya dalam sebuah bukunya Dirasah Islamiyah, yakni berjudul: “Ambil Islam Seluruhnya Atau Tinggalkan Sama Sekali”.
Inilah yang menyebabkan kenapa pihak pemerintah kewalahan melayani kekritisan Sayyid Quthb dan mengambil jalan tengah untuk mengirim Sayyid ke Amerika. Mereka berfikir apapun caranya mereka harus aman dari “kerewelan” Sayyid yang tidak henti-hentinya mengritik kebijakan Departemen. Jadilah, status Sayyid Quthb selama di Amerika adalah utusan kebudayaan Mesir untuk mempelajari Sistem Pendidikan di Amerika.
Ketika di Amerika, Sayyid Quthb dibebani tugas untuk mengadakan studi perbandingan mengenai kurikulum, program pendidikan, serta metode pengajaran. Dalam melaksanakan itu semua, Sayyid tidak terikat pada satu universitas tertentu atau satu materi kajian tertentu. Jadi beliau diutus ke Amerika tanpa batas waktu. Pihak mesir tampaknya sengaja melakukan ini karena mereka berfikir bagaimana caranya agar Sayyid tetap tinggal di Amerika dan tidak pulang balik ke Mesir.
Setelah Sayyid mendapat program pengajaran secara khusus dalam bidang bahasa Inggris yang belum pernah ia dapatkan selama di Darul Ulum, segera beliau mengadakan peninjauan ke lapangan untuk mengkaji kurikulum pada berbagai universitas diantaranya New York, Griley, Denver, dan San Fransisco.
Namun sepanjang perjalanan Sayyid ke Amerika, disinilah ketegaran seorang Sayyid diuji. Ia senantiasa mengharap ridho Allah atas berbagai cobaan yang menghadang. Ia sadar telah dibuang dari Mesir, namun Sayyid tetap tegar dan tak putus dari bertakwa kepada Allah, asal Islam tidak pernah pergi dari kehidupannya.
Ya komitmen itu kemudian betul-betul dibuktikan Sayyid saat menumpang kapal menuju Amerika dimana seorang pelacur dan pendeta menjadi dua fitnah yang akan dihadapinya. Allahua’lam. [pizaro]

http://www.islampos.com/perjalanan-sayyid-quthb-ke-amerika-1-dibuang-dari-mesir-11398/

Jumat, 08 November 2013

Orang Pinggiran 28 Februari 2013 - Kisah Pilu Bocah Yatim Piatu

http://www.youtube.com/v/n6vL-NbbIIA?version=3&autohide=1&feature=share&autoplay=1&autohide=1&attribution_tag=eQblOCxBeHhdLvFi9Pimjg&showinfo=1

Orang Pinggiran - Lelehan Tangis Dari Lebak Wangi

http://www.youtube.com/v/mucsK1fM0pA?version=3&autohide=1&autohide=1&feature=share&autoplay=1&showinfo=1&attribution_tag=Krdht_KjF5KuXOAAeTgQ9w

Kamis, 07 November 2013

Kalian Dan Kenanganku

Pertemuan kita di suatu hari, menitipkan ukhuwah yang sejati

Aku bersyukur pada Ilalhi, di atas ikatan yang suci ini

Sahabat yang kucari selama ini, telah kudapatkan

Banyak hal yang kupelajai darimu

Engkau tak pelit dalam berbagi ilmu

Namun kini, kesibukkan, telah membuat jurang pemisah di antara kita

Tak ada lagi canda tawa, curhat, makan bareng, dan kajian bersama

Aku tak menyalahkan jadwal kuliah yang padat, atau pun keadaan

Karena aku kira, inilah cara Allah mempererat ukhuwah kita

Kan ku utus salam ingatanku, dalam doa sholatku sepanjang waktu

“Ya Allah bantulah kami mencari hidayahMu,

Kuatkan ukhuwah kami, jangan biarkan kami terlalai,

dan matikan kami di atas dienMu, dengan untaian kalimat

La Ilaha Illallah

Ku ingat kembali, Pahit manis perjuangan kita saat DAD

Tidur beralaskan selembar selimut tipis,

Makan, walau tak kenyang setidaknya cukup tuk menyumbat cacing dalam perut agar tak teriak histeris,

Belum lagi, pengawas yang menatap kita sangat tajam..seakan ingin menelan kita saat itu juga.

Saat malam tiba, terkadang bibir manis kita mengeluh  akan kelelahan, serta merindukan rumah.

Namun ketika fajar esok hari mengusir malam..tak kudapati kelelahan itu diwajah kalian, yang ada hanya senyuman manis.

Ku ingat pula, makan malam terakhhir kita saat DAD

Kalian bukan suadara kandungku, bukan pula sanak familiku,

Kalian  adalah sabahatku yang telah makan sepiring denganku

Dan Kalian adalah saudara seimanku..

Semoga Allah meridhoi kita semua..

Senyuman yang tersyirat di bibirmu menjadi ingatan setiap waktu.

Kenangku di dalam doamu.

Karya SAHABATQ...AMRIANI IDRIS ANAK EKONOMI SYAR'I (ISLAM)SMGA persahabatan ini smpai kesyurga aamiin ..

Kamis, 31 Oktober 2013

TIDAK ADA YANG KEBETULAN

Tidak ada yang kebetulan di muka bumi. Semua adalah skenario Tuhan, pemilik rencana paling sempurna.

Dengan meyakini semua adalah skenario dari Tuhan, kita bisa menerima kejadian apapun dengan lapang dada sambil terus memperbaiki diri, agar tibalah skenario yang lebih baik lagi.

*Tere Liye